By Rika Riyanti
Langkahnya terhenti tepat di persimpangan jalan. Menanti lelaki yang beberapa bulan lalu berjanji akan berjumpa dengannya. Berjanji akan membawanya ke toko buku, membelikan beberapa novel untuk gadis itu baca.
Gadis cantik itu bernama Irene. Paras berbentuk oval, juga bibirnya yang mungil dan menawan. Semua yang menatapnya pasti akan terpesona. Termasuk lelaki itu … Irene tak mau menyebut namanya.
Gadis itu membenarkan letak tasnya. Sesekali berdecak kesal.
Betapa lamanya lelaki itu?
Terlalu lama, hingga akhirnya Irene memutuskan untuk meraih ponsel. Mungkin beberapa menit bermain di dunia maya akan membuatnya lupa waktu, dan ketika sadar, lelaki itu telah tiba. Ia bermain facebook; mengomentari status teman, menyukai status teman, atau membuat status baru. Namun, tidak lama, timbul rasa penasaran yang begitu kuat untuk melihat profil lelaki itu.
Kembali, ia membenarkan letak tasnya yang cantik. Jemarinya yang lentik mengetik nama seseorang dengan cepat. Begitu cepat, mungkin karena nama itu sudah melekat di otak, sekaligus di hati.
Loading …
Lama sekali …
Kesal …
Ia nyaris membanting ponselnya, ketika mengingat pemilik facebook itu sudah tak ada lagi. Ya, sudah tak ada di dunia ini. Berkali-kali ia mengomentari status lama pemilik facebook itu, tak ada jawaban. Tak ada balasan.
“Tuhan! Aku menyukainya!”
Ia terjatuh. Menangis. Ia masih tidak sanggup menerima semua kenyataan. Bahkan mereka belum benar-benar bertemu, kenapa Tuhan mengambilnya? Tuhan tahu betapa rasa suka itu sangat mengganggu?
Air mata terus mengalir deras, ketika di dinding facebook lelaki itu banyak yang mengirimkan beberapa pesan yang menyatakan mereka berduka. Hati semakin pahit. Ia telah pergi, tanpa Irene pernah bertemu dia. Lelaki itu berjanji akan bertemu dengannya di persimpangan jalan.
Satu pertanyaan Irene yang mungkin tak akan ditemukan jawabannya: persimpangan jalan di dunia nyata atau di dunia-mu kini?
Denpasar, 14 Desember 2011
———————————————————–
(Image GalTime)
Rika Riyanti. Penulis muda, tinggal di Denpasar, Bali.
[…] Comments « Janji di Persimpangan Jalan […]