By Erastus Sitompul
Dia masih marah, hanya karena Bayu menanyakan nomor hape Mita di kantor tadi siang.
“Aku ingin bicara sama kamu!” ujar Nina berapi-api saat memasuki ruang kerjanya dan kemudian begitu saja meninggalkannya, sebelum jam pulang kantor.
Kemudian masih diikuti sms di hapenya, “Tunggu aku di tempat biasa, aku sebel…”
Bayu diam saja, melihat Nina uring-uringan seperti itu, ia sudah tahu bila Nina marah akan hebohlah selama berhari-hari bila tidak melayaninya, membujuknya.
Hubungan ini memang aneh, mereka satu kantor, hanya berbeda divisi. Bayu di bagian Operasi sedangkan Nina di bagian Marketing. Tak jelas juga bagaimana hubungan seperti ini bisa dimulai, sebatas candaan-candaan nakal di antara mereka dan juga teman-teman lain. Kemudian seringnya Nina meminta bantuan saat kegiatan menemui client tertentu yang membutuhkan dukungan teknis dari bagian Operasi, sehingga seringlah ia menemani Nina ke berbagai client, diselingi makan siang kala tertentu. Tentu disana terjadi candaan-candaan sebagaimana biasa.
Nina menjadi terpukau kepada kegilaan candaan Bayu yang sering menyerempet ke masalah intim, ajakan berpacaran dan sejenisnya yang pada dasarnya bagi Bayu itu hanya sebuah candaan gila, tanpa memikirkan dampaknya, bila degup jantung Nina berdetak kencang saat mendengar gurauan Bayu. Nina selalu menyukai candaan tersebut.
Candaan yang berbahaya. “Aduh, kamu beda deh hari ini.., gimana gitu.. Senang banget rasanya kalau kamu jadi istriku…!” Apakah Bayu pura-pura tak tahu, bila ia sudah mempunyai tunangan? Bayu, aaahh…. Kamu gila deh, tapi aku suka banget sama celetukan kamu itu… Iiiiihhh…. Nina menikmati hal ini hari demi hari, lupakah ia pada tunangannya, Hendy? Tak tahu. Bukankah Hendy juga mempunyai pesona seorang lelaki? Parlente dengan BMW-nya yang setia menjemput pada hari-hari tertentu seusai jam kantor? Sedangkan Bayu, berandal kantor, bagian Operasi yang selalu berkutat dengan peralatan elektronik dan komputer, apalagi bila proyek-proyek melayani client semakin mendesak dengan deadline penyelesaian itu?
Bersama Hendy, Nina menjumpai kemapanan, karier cemerlang, lulusan luar negeri, penampilan parlente dengan dasi mahal, arogan tapi seksi juga siyy… Mengapa aku bisa tergoda dengan perilaku semau gue-nya Bayu? Adakah chemistry di antara aku dan dia, sementara pada Hendy sebatas keterpukauan penampilan fisik semata?
Kehadiran Mita tentu membuat berbeda, ada gadis baru di bagian Marketing, seperti biasa teman-teman dari bagian Operasi mengajak kenalan. Iiihh… Pada norak deh niyy anak-anak….. Bayu tak ketinggalan, mengajak berkenalan, dan dengan wajah tanpa dosa menanyakan segala hal, termasuk nomor hapenya.
Nah, inilah awal bermula… Nina marah, ia menjadi uring-uringan.
Seperti biasa, Bayu tiba duluan di tempat ngopi kesukaan mereka, apalah itu, namakan saja sebuah cafe, sekedar tempat yang mirip dengan itu. Tak jelas. Yang dia tahu ada tempat di pojok untuk membuat suasana terasa romantis. Begitu. Pemilik tempat itu pun sudah mengerti.
“Mbak, biasa ya… Pancakenya gulanya dibanyakin…!” Ya, pancake selalu menyenangkan dicecap saat letih usai jam kantor. Pelayan cafe itu membawa seporsi pancake dan cappucino kesukaannya, sambil tak lupa mencolek lengan si ‘mbak’ dengan kerlingan centil, yaa… Selagi Nina belum sampai, genit sedikit dong…. Hahahaa…
Nina muncul dengan wajah cemberut, “Aku benci sama kamu… Kok nanya-nanyain nomor hape Mita segala siyy?”
“Emang kenapa siyy…?”
“Aku nggak suka aja…!”
“Idiihh… Kenapa?” Bayu menjawab tanpa merasa bersalah. “Kamu ingat nggak dulu, sewaktu kamu suka becandain aku? Kan mulainya dari nanya nomor hape, terus nanya yang lain-lain…?”
Di luar sudah gelap. Langit berurai bintang-bintang, tak malu ia berkelap-kelip, hiasan bunga-bunga langit. Bak kunang-kunang di malam hari. Mereka bergandeng tangan, tangan itu begitu erat digenggam, seakan tak mau dilepas. Begitu erat, begitu lembut.
Lepaskanlah. Sudah di depan rumahmu. Bayu memandang wajah Nina, wajahnya merona merah, tapi siapa yang peduli. Di sini gelap, Bayu tak tahu. Nina, tunanganmu tentu masih menyibukkan diri di kantornya. Di sini ada Bayu.
Bayu memagut bibirnya, ciuman itu, ciuman itu … Rasanya seperti ciuman saat pertama mereka dulu, saat pertama Bayu menciumnya. Lupakan Hendy, ia ingin menikmatinya. Ia membalas ciuman itu. Ciuman itu membuatnya lupa segalanya, melebihi nikmat sepotong cokelat, harumnya setangkai mawar.
Hormon oksitosin tubuhnya terurai mengurangi kadar kortisol yang mengguncang larutan tubuhnya, ciuman itu. First kiss never dies …
Jakarta, 1 Maret 2011
——————————————–
“Smile 2u”
Erastus Sitompul. Bermukim di Medan.
(Foto wedding.com, eweb4.com)
nice kiss……… xixixi..
rupanya cemburu nich…. tapi kok bisa lupa sama tunangannya?
heheee….. 🙂
bukankah cemburu itu salah satu perasaan yang ada?
Hmm…
Keren.
Permainan kata2.a juga bgus…
Like it.
Terimakasih mbak… 🙂
sudah berkunjung…
Salam !
senang mau singgah mbak MiLa….
saLam ya!
Memang cinta itu datang kapan aja,,,
tidak mengenal waktu ataupun status,,,
trus sering juga cinta itu datang karena faktor kebiasaan,,palagi di dalam dunia kerja,,,,
no problem,,,heee….
i like this cerpen…..
buat lagi yang kaya gitu donx,,,
remaja banget kq,,heee…..
hmmm cinta,,,cinta itu kuat smpe lupa segalanya……….!!!!!!!!!
begitulah cinta… 🙂